Halaman

Rabu, 06 Januari 2010

Mardiluhung: AKU MENGENAL KRIS

Aku mengenal Kris sudah lama. Saat aku masih memakai baju SMA. Nama Kris (disamping Hanavy dan Tiko Hamzah) sudah menjadi pembicaraan di dunia lukis di Gresik. Dan itu terjadi sekitar tahun akhir 80-an. Dan waktu itu, aku sering melihat Kris memamerkan hasil karyanya. Dan setiap pameran itu, nama Kris selalu menjadi pembicaraan, disamping nama-nama lainnya.




Lalu, ketika membentuk DKG ( akhir tahun 2000-an ), aku mulai tahu jika Kris juga seorang guru kesenian. Dan waktu itu, pikiranku pada Kris cuma satu, pengen tahu, bagaimana sih sebenarnya saat menjadi pelukis, dan saat menjadi guru kesenian. Apa ada perbedaan? Apa ada persamaan? Atau lainnya. Dan ketika DKG tak jalan. Tak bergerak. Tapi, tetap dipaksa hadir, aku dan Kris telah menjadi kawan dekat. Itu terjadi, aku juga mengajar di sekolah yang tempat Kris juga mengajar ( ini terjadi awal tahun 2000-an ).

Ternyata, yang menarik saat mengajar, Kris seringkali tanpa sadar, masih menganggap wilayah ngajarnya tak lebih seperti sebuah kanvas. Kanvas yang enak untuk digores atau di warnai. Dan saat mewarnai atau menggores itu, kadang-kadang Kris seringkali melakukan goresan atau sapuan lembut. Dan kadang-kadang pula malah spontan, ekspresif dan mengejutkan.

Misalnya saat ngomong-ngomong santai di warung (setelah mengajar ), tiba-tiba Kris punya pikiran untuk melukisi tembok-tembok yang ada di sekolahan dengan para siswa. Dan pikiran ini pun langsung direalisasikan. Dan hasilnya, dunia sekolahan yang umumnya bersih, putih dan seragam, pun tiba-tiba menjadi warna-warni dan hidup. Dan beberapa guru, yang semula kecut, pun bisa menerima sebagai sebuah hasil dari pikiran pelukis yang mengajar bukan dengan teori. Tapi, langsung dengan simpati dan empati.

Atau yang lain: saat penutup tahun ajaran, tiba-tiba Kris pun punya pikiran untuk menjadikan ruang kelas siswa sebagai kanvas tiga dimensi. Dan hasilnya, hampir seluruh kelas ( di SMA NU I Gresik ) pun berubah menjadi karya instalasi siswa yang cukup mengejutkan. Dan cukup pula untuk dijadikan sebagai bahan kajian keberhasilan psikomoterik dari para penghuni kelas itu ( si murid ).

Dari sikap, pikiran dan tindakan yang serba mengejutkan, mendadak, ekspresif, spontan dan langsung inilah, maka tak heran, jika kemudian ketika aku disodori sekian lukisannya. Lukisan yang memiliki periode yang berbeda-beda, aku melihat Kris sepertinya tak mau terikat pada satu bentuk dan wilayah yang tetap. Masalahnya: pada periode-periode tertentu, hampir seluruh lukisan Kris berwarna gelap, dan periode-periode yang lain berubah. Ada yang abstrak, surealis, dekoratif dan yang terakhir, yang dipamerkan ini ( The Dance in Trance ), malah seperti komik. Dengan goresan dan sapuan hampir bisa dikata kan sangat minimal dan cuek bebek.

Jadinya, jika aku tak mengikuti periode-periode sebelumnya, barangkali ( lewat The Dance in Trance ) aku akan menganggap Kris bukanlah seorang pelukis yang baik. Malah bisa dikatakan, sebagai pelukis yang pas-pasan. Tapi, kini, jika sudah tahu, bahkan Kris pun pernah studi tentang lukis, timbullah pertanyaan dari dalam diriku. Apa benar sih bentuk yang seperti komik, yang hampir semuanya repetitif dengan sosok orang yang menari itu, bukan merupakan kesengajaan dari Kris, yang memang suka perubahan itu?

Dan jika memang kesengajaan, lalu apa motivasinya? Penjelajahankah? Pencariankah? Penemuankah? Atau, ya, malah sebuah pilihan yang keliru? Tentu saja, ini tak bisa aku jabarkan di sini. Yang jelas, dengan keberaniannya untuk berpameran ( dengan bentuk-bentuk repetitif dari sosok orang menari ), aku Cuma bisa angkat topi. Dan berkata dalam hati : “Ingatlah, semakin kita berani untuk keluar, semakin itu pula tantangan kita semakin besar. Dan hanya orang-orang besar saja, yang memang layak untuk mendapat tantangan yang besar!”.

Tapi, masalahnya: “Apa benar sih Kris ini orang besar?”. Pertanyaan inilah yang aku tunggu jawabannya. Salam.

(Gresik, 10 November 2006)

 Mardiluhung, guru dan penyair angkatan 2000. Puisinya terhimpun dalam antologi bertaraf Nasional. Penerima penghargaan Seniman Jatim dari Gubernur tahun 2006. Penyair yang lahir di Gresik, 5 Maret 1965 ini juga pemenang penulisan Essay tingkat Nasional tahun 1999 dan 2005.

1 komentar:

  1. kris, hanavy dan tiko hamzah, ketika mahasiswa dulu aku sring saksikan pamerannya di gema ikip surabaya. salam kenal pak guru..

    BalasHapus

Anda Mencari Apa ?